Keinginan untuk menjadi yang utama atau menjadi nomor satu atau yang terbesar pada dasarnya dipengaruhi oleh ambisi harga diri dan pementingan diri sendiri alias ego pribadi. Hal ini demi mendapatkan fasilitas, pengakuan atau pun sanjungan. Hasrat untuk menjadi yang terbesar seperti itu dapat menjadi ancaman efektifitas dalam mewartakan Injil kerajaan Allah. Tema Kebaktian Umum Minggu ini mengajak kita untuk menyadari bahwa sebagai murid Kristus kita mempunyai peran untuk menjadi pribadi yang mau melayani dan mengutamakan orang lain berlandaskan belarasa dan cinta kasih Kristus.
Dalam bacaan Injil Markus 9:30-37, Yesus mengajarkan murid-murid-Nya tentang kebesaran sejati di hadapan Tuhan. Murid-murid Yesus terjebak dalam pola pikir duniawi, di mana kebesaran diukur berdasarkan kekuasaan, status, dan pengaruh. Saat mereka berdebat tentang siapa yang terbesar/terpenting di antara mereka, Yesus mengatakan (BIMK ay.35) "Orang yang mau menjadi yang nomor satu, ia harus menjadi yang terakhir dan harus menjadi pelayan semua orang." Hal ini berarti siapa pun yang ingin menjadi besar mesti mengutamakan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan dirinya sendiri.
Yesus lalu mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka. Sambil memeluk anak itu, Yesus berkata (BIMK ay.36) "Orang yang menerima seorang anak seperti ini karena Aku, berarti menerima Aku. Dan orang yang menerima Aku, ia bukan menerima Aku saja, tetapi menerima juga Dia yang mengutus Aku." Dalam budaya Yahudi pada masa itu, anak kecil tidak dianggap penting dan tidak punya pengaruh dalam masyarakat, sehingga tidak diperhatikan atau tidak dipedulikan. Selain itu anak juga menjadi lambang keterbatasan juga ketidakberdayaan.
Melalui tindakan itu Yesus hendak mengajarkan bahwa orang yang terbesar adalah orang yang bersedia melayani mereka yang direndahkan atau tidak dianggap. Yesus juga menunjukkan bahwa menerima anakanak sama dengan menerima Dia dan Bapa-Nya, artinya mau melayani dengan motivasi yang tulus sebagai pengabdian kepada Tuhan. Dengan kata lain saat kita bersedia menurunkan diri untuk melayani orang lain, dilakukan untuk kemuliaan Tuhan bukan untuk menunjukkan atau mengejar kemuliaan diri sendiri.
Dengan demikian kebesaran sejati bukanlah tentang kekayaan, kekuasaan, atau pengaruh maupun prestasi yang mendatangkan sanjungan untuk diri sendiri. Melainkan tentang kerendahan hati dan pelayanan yang tulus bagi sesama terutama mereka yang tidak berdaya atau memiliki keterbatasan sebagai pengabdian kepada Tuhan dan kemuliaan-Nya.
Dalam dunia yang penuh dengan hiruk pikuk dan persaingan, terlebih di tengah gempuran media sosial yang menggelorakan narsisisme dan popularitas sering kali membuat kita terjebak dalam mengejar kebesaran menurut standar dunia. Kita tergoda untuk mengukur kesuksesan berdasarkan kekayaan, kekuasaan, atau popularitas. Namun, Tuhan memanggil kita untuk menjalani hidup yang berbeda, sebuah hidup yang dipenuhi dengan kerendahan hati dan mau melayani. Mari kita menerima panggilan Tuhan untuk menyerahkan diri kepada-Nya dan melayani sesama dengan kerendahan hati dan ketulusan yang niscaya akan menghadirkan sukacita dan damai sejahtera. Tuhan terus memberkati senantiasa.
Pdt. Adi Cahyono