“Kasihilah Tuhan Allahmu” merupakan ungkapan atau pernyataan yang sudah biasa kita dengar, bagi seorang awam sekalipun. Namun pernahkah kita bertanya, mengapa Allah harus dikasihi? Bukankah Dia adalah sumber kasih bahkan disebut Sang Kasih itu sendiri? Apakah kalau kita tidak mengasihi Allah, Dia tidak akan mengasihi kita? Tema Kebaktian Umum Minggu hari ini mengajak kita untuk memahami dan menyadari bahwa mengasihi Allah adalah hukum yang utama dan pertama sebagaimana diajarkan oleh Yesus sendiri, sehingga kita akan semakin mengasihi Allah dengan setia dan bertumbuh di dalam kasih-Nya.
Melalui percakapan Yesus dengan para ahli Taurat yang tercatat dalam Injil Markus 12:28-34 kita dapat mengetahui pengajaran Yesus tentang kasih kepada Allah dan sesama. Menurut Yesus hukum yang utama dan pertama bersangkutan dengan Allah: Allah itu Esa adanya dan kita mesti mengasihi Dia dengan segenap keberadaan (hati, jiwa, akal budi, kekuatan) kita. Di sini Yesus pertama-tama mengutip Ulangan 6:4- 5, untuk menegaskan bahwa tidak ada yang lebih utama selain dari pada mengasihi Allah.
Lalu Yesus mengombinasikan dengan mengutip dari Imamat 19:18 “..., melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.“, untuk menyebutkan hukum utama yang kedua. Dengan kata lain, Yesus mau mengatakan bahwa hukum tentang mengasihi Allah tidak lengkap tanpa hukum tentang mengasihi sesama.
Dari penempatan hukum kedua ini, bisa kita simpulkan bahwa seseorang tidak mungkin bisa mengasihi Allah jika ia tak bisa mengasihi sesamanya. Kasih kepada sesama merupakan bagian yang penting dan integral dari kasih kepada Allah. Kedua hukum tersebut meringkas hukum yang tertulis pada dua loh batu yang diterima Musa. Hukum itu menyatakan kewajiban manusia kepada Allah dan tanggung jawab kepada sesama.
Dengan demikian mengasihi Allah adalah dasar dari seluruh hidup dan kehidupan kita di dunia ini. Mengasihi Allah adalah panggilan utama bagi setiap orang percaya. Dengan mengasihi Allah secara total, kita tidak hanya memenuhi perintah-Nya tetapi juga mengalami transformasi dalam hidup kita serta menjadi berkat bagi orang lain di sekitar kita. Hal ini menegaskan kepada kita agar terus menelisik dan mencermati segala motivasi dari sikap dan perilaku hidup kita sehari-hari, baik dalam peribadahan dan pelayanan maupun tugas dan peran yang kita kerjakan saat ini.
Pertanyaan reflektifnya: apakah peribadahan dan pelayanan, perbuatan baik, bahkan doktrin yang kita percayai, semua itu didasari oleh mengasihi Allah dan sesama, ataukah justru karena alasan yang sama sekali berbeda? Mari kita terus meminta Roh-Nya untuk mengajar dan memampukan kita memahami: mengapa dan bagaimana sejatinya cara mengasihi Allah dan sesama. Tuhan terus memberkati.
Pdt. Adi Cahyono