Seorang anak pemulung bertemu dengan anak pemilik perusahaan. Anak bos ini dengan senang berkenalan dan memberikan burger kepada anak pemulung tersebut. Burger yang sangat enak dan besar. Dengan senang anak pemulung ini makan dengan lahapnya terasa begitu enak, kenyang dan puas sekali. Tidak pernah ia rasakan burger seenak ini sebelumnya. Sampai dirumah anak pemulung ini ingin meminta pitza dengan orang tuanya sambil merengek dan marah karena ingin dibelikan burger tetapi apa daya karena keluarga tidak mampu untuk membelikan burger itu maka anak ini semakin merengek dan marah. Hatinya kecewa karena orang tuanya tidak dapat membelikan burger dan menilai dirinya betapa sialnya hidup didalam keluarga ini.
Tenyata kenikmatan yang dialami dan nikmati membawa pada kenikmatan yang melahirkan petaka. Kesederhanaan yang sudah berlaku selama ini rusak karena kenikmati sesaat berubah menjadi tuntutan yang harus dilakukan, bila tidak maka akan sangat mengecewakan.
Dalam hidup kita diberikan kenikmatan dari Tuhan Yesus sebagai anugerah namun seringkali bisa menjadi sumber dimana kita menjadi penuntut akan berkat Tuhan dan bisa menjadi orang yang sinis, banyak intrik, ngambekan dan menuntut untuk dihormati dan di spesialkan.
Firman Tuhan mengingatkan kepada kita melalui percakapan antara Tuhan Yesus dan murid-muridNya: “siapakah yang paling mulia”. Dalam hal ini Tuhan Yesus mengingatkan bahwa setiap murid memiliki bagiannya maing-masing dan kemuliaan terletak pada sikap hidup menghamba bukan kepada kedudukan atau posisi manusia didalam kerajaan sorga. Begitu juga dalam kehidupan keluarga dimana setiap keluarga sangat berarti dalam fungsinya masing-masing. Keluarga yang didalamnya tumbuh kasih sayang dan berkat-berkat Tuhan adalah mereka yang saling melayani dan menghamba bukan saling menuntut dan disenangi. Solagracia-amin
Pdt. Ima F. Simamora